Hidup sendirian pasti tidak enak. Mempunyai masalah tidak ada
tempat curhat, ada beban dipikul sendiri, punya berita gembira tidak dapat
dibagi-bagi. Coba kalau ada sahabat, kesulitan tidak akan terlalu menyusahkan,
kebahagiaan akan bertambah ketika ada yang ikut bahagia. Tengoklah kiri kanan
pasti ada seseorang yang bisa kita gaet sebagai sahabat.
Bersahabat, kudu!
Sudah takdirnya manusia Allah ciptakan sebagai makhluk sosial kita
tidak mungkin hidup sendiri. Sahabat adalah contoh penting dalam rangka
kebutuhan kita terhadap manusia lain. Rasulullah SAW saja semasa hidupnya
hampir tidak pernah sendiri tanpa sahabat-sahabatnya. Sahabat beliau tidak
satu, tapi semua asshabiqunal
awwalun (generasi pertama
yang masuk islam) adalah sahabat beliau. Bisa kita bayangkan betapa Rasulullah
SAW sangat piawai membina hubungan pertemanan sehingga bisa mencapai derajat
persahabatan, yang tentunya tahap kasih sayang dan kecintaannya sering melebihi
cinta pada diri sendiri.
Sesama Jenis OK, Lain Jenis Nggak OK?
Untuk bisa mencapai tahap persahabatan, membutuhkan waktu dan
proses. Sikap tafahum, ta'awun, dan tafakul yang paling urgen dalam
persahabatan bisa muncul setelah beberapa lama kita ta'aruf (saling kenal)
dengan calon sahabat kita. Kebutuhan akan persahabatan biasanya lebih dominan
pada perempuan. Perempuan kental sekali dengan gelombang emosionalnya, sehingga
ia cenderung butuh tempat berbagi perasaan dan kasih sayang. Berbeda dengan
kaum pria, persahabatan tidak terlalu mengedepankan perasaan sehingga kalau di
antara mereka ada perbedaan prinsip atau pendapat tidak membuat persahabatan
mereka putus. Nah, jika memaksakan persahabatan antara laki-laki dan perempuan
biasanya tidak akan bertahan lama. Timbulnya perasaan lain seperti cinta,
cemburu, dan takut kehilangan seringkali merusak persahabatan.
Berani menerima perubahan
kalau kita mengartikan sebuah persahabatan adalah keakraban yang
tidak akan berubah oleh kondisi apapun, tentu saja salah. Hidup ini penuh
dengan kejutan dan perubahan. Terjadinya perubahan status, tempat, pendidikan,
pekerjaan, dan aktivitas kalau tidak diiringi dengan sikap lapang dada bisa
menggoyahkan persahabatan. Sebagai sahabat yang baik, tentu saja perubahan ke
arah perbaikan yang dialami oleh sahabat kita tidak boleh membuat kita sakit
hati dan kecewa. Setiap perubahan baru yang dialami seseorang pasti membutuhkan
waktu untuk diadaptasi. Yang paling penting adalah perintah Allah untuk
senantiasa bersabar dengan orang-orang yang senantiasa mengingat Allah, dan
jangan berpaling dari mereka hanya karena ingin mendapatkan keuntungan dunia
(QS. Al Kahfi : 28)
Sudahkah Menjadi Sahabat Sejati?
Dalam ayat di atas Allah juga mengingatkan kita untuk tidak
menjadikan sahabat orang-orang yang hatinya lalai, suka menuruti hawa nafsu,
dan kelakuannya sering melampaui batas. Seperti kata Rasulullah SAW
"seseorang itu menurut agama (aturan) temannya, maka telitilah terlebih
dahulu orang yang akan menjadi temanmu." Sahabat sejati bukanlah seseorang
yang manis di mulut dan membujuk pada hal-hal negatif. Orang bijak mengatakan,
sahabat sejati adalah teman yang mendegar dan mengerti ketika kita
mengungkapkan perasaan yang paling dalam. Ia memberikan dukungan ketika kita
sedang berjuang, ia tidak melihat dari fisik dan kekayaan. Ia mengoreksi kita
dengan lembut dan sayang ketika kita berbuat salah, dan ia memaafkan ketika
kita gagal. Jika kita belum punya sahabat seperti ini, berdoalah agar Allah
menganugerahkannya untuk kita.
Sahabat Dunia Akhirat
Kita bersahabat, tentu kita ingin agar persahabtan itu langgeng
sampai akhir hayat. Persahabatan Rasulullah dan sahabatnya bagus sekali untuk
kita contoh. Persahabatan mereka bukan hanya persahabatan di dunia, tetapi juga
berorientasi akhirat. Dalam kebaikan yang mereka persembahkan untuk sahabat
tercinta, mereka ingin hanya Allah lah yang tahu perbuatan baik mereka, bukan
sahabatnya. Sikap ini semakin menambah cinta antara mereka walaupun sudah
terpisah jauh, sehingga Rasulullah SAW mengatakan bahwa kelak di akhirat mereka
akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya. Maka mencintailah karena
Allah, dan cintailah orang-orang yang mencintai Allah dan rasulNya, supaya kita
dapat berkumpul dengan mereka di surga.
sumber: majalah Annida no. 09/XIII/2004
0 komentar:
Posting Komentar